Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi , akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.
Kinerja ekspor UKM lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti malaysia, Filipina dan UKM, baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam hal divesifikasi produk. Ini menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi pada produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian jadi, meubel.
Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu.
Fenomena Globalisasi Ekonomi
Tidak ada definisi yang baku atau standar mengenai globalisasi, tetapi secara sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana semakin banyak negara yang terlibatdalam kegiatan ekonomi dunia. Jadi, jika pada periode sejak perang dunia kedua berakhir hingga tahun 1970-an ekonomi dunia didominasi oleh ekonomi Amerika Serikat (AS), sekarang ini walaupun produk domestik bruto (PDB) AS masih besar yakni sekitar 45% dari PDB dunia, peran dari ekonomi Uni Eropa, Jepang dan negara-negara yang tergolong dalam newly industrialized countries (NICs), seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Cina jauh lebih kuat sebagai motor penggerak perekonomian dunia. Semakin mengglobalnya suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat, misalnya dari peningkatan perdagangan internasionalnya (ekspor dan impor) yang tercerminkan antara lain pada peningkatan pangsa ekspornya di pasar global dan peningkatan rasio impor terhadap PDB-nya; semakin aktif terlibat dalam proses produksi yang melibatkan banyak negara (misalnya dalam membuat pesawat Boeing lebih dari 50 negara terlibat yang masing-masing membuat bagian-bagian tertentu dari pesawat tersebut, atau dalam membuat pesawat Airbus, sejumlah negara Eropa terlibat dalam proses pembuatannya), dan semakin besar arus investasi asing yang masuk ke negara tersebut atau semakin besarnya investasi dari negara tersebut ke negara-negara lain.
Jadi, proses globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam laju yang semakin pesat, mengikuti kemajuan teknologi yang juga prosesnya semakin cepat. Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan juga mempertajam persaingan antar negara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam kegiatan investasi, finansial dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Dalam tingkat globalisasi yang optimal arus produk dan faktor-faktor produksi lintas negara atau regional akan selancar lintas kota di suatu negara atau desa di dalam suatu kecamatan. Pada tingkat ini, seorang pengusaha yang punya pabrik di Kalimantan Barat setiap saat bisa memindahkan usahanya ke Serawak atau Filipina tanpa ada halangan, baik halangan logistik maupun halangan birokrasi dari pihak pemerintah Malaysia atau Filipina maupun dari pemerintah Indonesia dalam urusan administrasi seperti izin dan sebagainya.
Semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi secara nasional maupun regional disebabkan oleh banyak hal, diantaranya menurut Halwani (2002) adalah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka, penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara, metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia. Selain itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin banyaknya industri yang bersifat footloose akibat kemajuan teknologi (yang mengurangi pemakaian sumber daya alam), semakin tingginya pendapatan rata-rata per kapita, semakin majunya tingkat pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia.
Dampak dari Globalisasi
Dampak nyata dari globalisasi terhadap perekonomian Indonesia adalah terutama pada dua area yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, yakni produksi dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Globalisasi yang didorong oleh era perdagangan bebas dan liberalisasi pasar finansial dunia bisa berpengaruh negatif atau positif terhadap produksi dalam negeri. Pengaruh negatif bisa disebabkan oleh barang impor yang semakin menguasai pasar domestik sehingga mematikan produksi dalam negeri atau menurunkan ekspor Indonesia karena daya saingnya rendah. Turunnya ekspor bisa berdampak negatif terhadap produksi dalam negeri jika sebagian besar dari barang-barang yang dibuat di dalam negeri untuk tujuan ekspor, atau karena kurangnya dana untuk membiayai proses produksi yang disebabkan oleh berkurangnya devisa dari hasil ekspor. Sebaliknya, jika Indonesia mempunyai daya saing yang baik, maka liberalisasi perdagangan dunia membuka peluang yang besar bagi ekspor Indonesia, yang berarti ekspor meningkat dan selanjutnya mendorong pertumbuhan dan memperluas diversifikasi produksi di dalam negeri.
Sudah cukup banyak studi yang melakukan simulasi-simulasi mengenai dampak dari liberalisasi perdagangan terhadap negara-negara yang terlibat, misalnya terhadap perubahan output dan ekspor. Diantaranya dari UNCTAD (1999) yang hasil simulasinya terhadap sejumlah negara-negara Asia termasuk Indonesia sebagai sampel penelitian, menunjukan bahwa perdagangan terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia adalah yang paling kecil setelah Turkey (Tabel 1). Walaupun, studi ini tidak terlalu spesifik mengenai dampak terhadap ekspor secara sektoral, hasilnya memberikan suatu indikasi bahwa Indonesia mempunyai banyak masalah, baik dari sisi suplai (seperti keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur) maupun sisi permintaan (seperti kualitas) dibandingkan negara-negara lain sehingga Indonesia tidak (belum) bisa mengoptimalisasikan keuntungan dari liberalisasi perdagangan dunia (WTO) atau regional (AFTA atau APEC).
Tabel 1 Pertumbuhan Ekpor Setelah Liberalisasi Perdagangan Luar Negeri (PLN) di Indonesia dan Beberapa Negara Asia Lainnya (%)
Negara | Tahun dari liberalisasi PLN | Dua Tahun Pertama setelah liberalisasi PLN | Sepuluh Tahun Berikutnya Setelah Liberalisasi PLN |
Indonesia Malaysia Filipina Thailand Turkey | 1986 1988 1986 1986 1989 | 2 18 15 31 5 | 13 18 15 17 11 |
Sumber: UNCTAD (1999)
Studi lainnya adalah dari Feridhanusetyawan dan Pangestu yang mengevaluasi bentuk-bentuk liberalisasi perdagangan yang berbeda yang dilakukan oleh Indonesia selama ini sejak tahun 1980an, dengan menggunakan suatu kerangka CGE global (Global Trade Analysis Project). Feridhanusetyawan dan Pangestu membagi ekonomi dunia kedalam 19 wilayah dan 12 sektor seperti yang dapat dilihat di Tabel 5 dan Tabel 6. Liberalisasi perdagangan membuat realokasi dari sumber daya produksi lebih baik, yang terrefleksikan di dalam perubahan-perubahan dari pola produksi dan ekspor sektoral. Tabel 5 memperlihatkan perkiraan dampak dari liberalisasi perdagangan terhadap komposisi output di Indonesia, yang dinyatakan dalam perbedaan-perbedaan persentase dari hasil-hasil tanpa liberalisasi. Tabel 6 memperlihatkan data mengenai dampak dari liberalisasi perdagangan terhadap nilai dari ekspor. Secara umum, hasil-hasil simulasi mereka menunjukkan bahwa dalam semua skenario liberalisasi perdagangan, sumber daya produksi pindah menuju sektor tekstil dan pakaian jadi, yang mana output dari industri-industri di sektor ini diproyeksikan naik 100% atau lebih. Ekspor dari produk-produk ini diperkirakan naik senilai US$12-14 miliar, yang kurang lebih sama dengan semua kenaikan dari jumlah ekspor Indonesia.
Di sektor pertanian, output dari padi/beras dan komoditi pertanian non-biji-bijian diperkirakan turun sebesar 0,9% (padi/beras, skenario 1) ke 3,3% (non-biji-bijian, skenario 2b). Di sisi lain, dengan memasukkan pertanian di dalam AFTA, Indonesia menjadisuatu negara penting penghasil biji-bijian di ASEAN, dan outputnya diperkirakan naik dengan sekitar 28%. Dalam skim liberalisasi ini (skenario 2b), ekspor biji-bijian Indonesia rata-rata per tahun diperkirakan naik sebesar US$271 juta. Ekspor dari komoditi-komoditi pertanian ke ASEAN dari negara-negara eksportir tradisional seperti Australia dan AS diperkirakan akan turun jika tarif impor untuk ekspor pertanian dari negara-negara ASEAN lainnya diturunkan dalam konteks AFTA. Walaupun tidak terlalu nyata, output dari hewan hidup juga diperkirakan naik dengan 0,6% hingga 1,0%. Ekspornya diperkirakan naik dengan US47 juta dalam skenario 2b dan dengan US$23-27 juta dalam skenario-skenario lainnya.
Tabel 5 Dampak dari Bentuk-Bentuk Liberalisasi Perdagangan terhadap Output Indonesia (% Perubahan)*
Komoditas | Hanya putaran Uruguay (UR) | UR + | ||||
Unilateral Oleh Indonesia Skenario I | AFTA | APEC | ||||
TP** Sk.2a | DP** Sk.2b | TP Sk.3a | DP Sk.3b | |||
Beras Biji-bijian Bukanbijibijian Hewan Kehutanan Perikanan Pertambangan Makanan Tekstil & pakaian jadi Olahan lainnya Minyak, batu bara & kimia Jasa-jasa | -1,5 -0,9 -2,5 0,6 -7,2 -5,0 -18,8 -1,51 117,6 -8,8 -2,1 0,1 | -0,9 0,9 -2,7 1,0 -6,8 -4,6 -17,9 -1,0 106,7 -8,5 -1,0 0,2 | -1,5 -0,9 -2,5 0,6 -7,4 -2,1 -19,1 -1,5 117,8 -9,0 -2,2 0,1 | -1,8 27,9 -3,3 1,0 -7,6 -2,3 -19,2 -1,9 117,0 -9,3 -2,4 0,0 | -1,0 -0,4 -2,1 0,8 -7,2 -4,0 -16,1 -1,0 100,3 -9,2 -0,8 0,2 | -1,3 1,3 -2,1 0,9 -7,0 -3,9 -16,0 -1,3 99,7 -9,0 -0,8 0,2 |
Keterangan: *: hasil yang merefleksikan dampak dengan penghapusan the Multi Fibre Arrangement (MFA); ** TP = tanpa pertanian; DP = dengan pertanian. Sumber: Feridhanusetyawan dan Pangestu (2003).
Tabel 6 Dampak dari Liberalisasi Perdagangan terhadap Ekspor Indonesia (juta US$)*
Komoditas | Hanya putaran Uruguay (UR) | UR + | ||||
Unilateral Oleh Indonesia | AFTA | APEC | ||||
TP** | DP** | TP | DP | |||
Beras Biji-bijian Bukanbijibijian Hewan Kehutanan Perikanan Pertambangan Makanan Tekstil & pakaian jadi Olahan lainnya Minyak, batu bara & kimia Jasa-jasa Perubahan total dalam ekspor (juta US$) Perubahan saham dari ekspor total (%) Perubahan dalam neraca perdagangan (juta US$) | 0 4 703 27 -2 -162 -2.636 -106 14.108 1.601 318 -174 13.682 36,7 434,5 | 0 3 678 23 -2 -167 -2.669 -136 12.817 841 93 -209 11.272 30,2 427,7 | 0 4 697 27 -2 -58 -2.280 -98 14.138 1.557 307 -181 13.711 36,8 447,9 | 0 271 642 47 -2 -61 -2.691 -143 14.066 1.512 287 -186 13.743 36,9 517,8 | 0 4 703 26 1 -144 -2.404 -147 12.216 698 136 -159 10.930 29,3 433,2 | 0 4 738 26 2 -137 -2.393 -178 12.192 725 140 -157 10.963 29,4 453,5 |
Keterangan: *: hasil yang merefleksikan dampak dengan penghapusan the Multi Fibre Arrangement (MFA); ** TP = tanpa pertanian; DP = dengan pertanian. Sumber: Feridhanusetyawan dan Pangestu (2003).
Simulasi lainnya dengan memakai teknik CGE adalah dari Gilbert dkk (1999). Yang menggunakan 3 skenario yakni liberalisasi most-favoured-nation (MFN) tanpa keharusan timbal balik (non-diskriminasi non-kondisional) (A), preferential APEC free trade area (B), dan liberalisasi MFN dengan keharusan timbal balik (non-diskriminasi kondisional) (C), mereka. memprediksi dampak dari liberalisasi perdagangan dunia terhadap beberapa subsektor pertanian, diantaranya subsektor makanan (Tabel 4). Dapat dilihat bahwa untuk semua skenario tersebut, liberalisasi perdagangan makanan tidak menguntungkan Indonesia, berbeda dengan yang diperkirakan dan dialami oleh tiga negara ASEAN lainnya yakni Malaysia, Filipina dan Thailand.
Wilayah/Negara | A | B | C | |||
USS | % | US$ | % | US$ | % | |
Australia Selandia Baru Jepang Korea Selatan Indonesia Malaysia Filipina Thailand RRC Kanada AS Meksiko Negara APEC lainnya Eropa Sisa dari dunia Negara Berkembang APEC Negara Maju APEC Total APEC Dunia | 3,91 1,60 34,02 -1,42 -0,40 3,85 1,66 6,66 7,46 1,09 7,81 0,60 4,44 -11,53 9,68 24,27 47,01 71,28 69,43 | 0,91 2,29 0,57 -0,23 -0,12 2,80 1,84 2,09 0,61 0,17 0,10 0,16 0,70 -0,12 0,17 0,78 0,30 0,38 0,20 | 6,00 3,82 22,39 -2,24 -0,38 2,41 1,22 6,61 -0,90 0,86 11,64 0,45 3,72 -8,51 4,21 13,13 42,47 55,60 51,30 | 1,39 5,48 0,38 -0,37 -0,11 1,75 1,35 2,08 -0,07 0,13 0,14 0,12 0,59 -0,09 0,07 0,42 0,27 0,29 0,15 | 6,35 5,89 29,72 -1,83 -0,35 8,69 1,47 9,67 6,89 1,66 25,80 0,40 18,23 16,47 5,51 45,00 67,59 112,59 134,57 | 1,47 8,44 0,50 -0,30 -0,10 6,33 1,63 3,04 0,56 0,26 0,32 0,10 2,89 0,17 0,10 1,44 0,43 0,59 0,39 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar