Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga BBM tersebut.
Pada paruh pertama tahun 2006 ini, harga minyak bumi tersebut belum juga turun, sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel ke wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank Indonesia untuk segera menurunkan tingkat bunga BI Rate secara bertahap. Kecenderungan ini mendapatkan response dari kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan Agustus.
Perkembangan Inflasi 1970 – 2005 Gejolak dan perkembangan tingkat inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan berikut ini :
- Dari kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) pada masa pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka praktis sejak tahun 1970 Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sedang. Hyperinflation adalah tingkat inflasi melebihi 50 % per bulannya.
- Tingkat inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang menurun selama periode 1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program stabilisasi ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.
- Tingkat inflasi ternyata masih naik kembali pada periode 1972-74, yang akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.
- Tingkat inflasi ini berhasil ditekan selama periode 1970-1992 mencapai tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak tahun 1988, angka inflasi selalu dibawah 10% dihitung dengan metode indeks biaya hidup .
- Pada era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada tahun 1998-99, laju inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi batas satu digit ( dibawah tingkat 10%).
- Program pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis ekonomi, masih bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang Yudhoyono dalam melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM di dalam negeri.
(1) Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa:
- Kenaikan harga migas di luar negeri
- Meningkatnya bantuan luar negeri
- Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
- Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
- Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel
- Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
- Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
- Pencabutan program subsidi BBM
- Kenaikan harga BBM yang mencolok
- Kenaikan tarif listrik
- Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
- Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
- Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja
- Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional
- Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
- Pemberian bonus prestasi perusahaan
- Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.
Dua faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.
- Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan permintaaan dunia atas bahan baku tersebut di dunia.
- Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama seperti dollar Amerika Serikat.
Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan bahan baku batubara dan gas akan juga terjadi dan mengakibat kan kenaikkan biaya energi.
Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.
Memang inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan.(copyright@aditiawan chandra)
http://businessenvironment.wordpress.com/2006/11/23/menyimak-karakter-inflasi-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar