Rabu, 10 November 2010

peranan bank indonesia dalam pengendalian inflasi

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pada salah satu pasalnya disebutkan bahwa BI adalah lembaga negara yang independen.
Maksud kalimat tersebut adalah Independen diartikan sebagai lembaga negara yang bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lainnya. Selanjutnya, dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula BI wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka melaksanakan tugasnya. Independensi tersebut ditandai dengan diberikannya kewenangan penuh pada BI dalam menetapkan target-target yang akan dicapai (goal independence) dan kebebasan dalam menggunakan berbagai piranti moneter (instrument independence) dalam mencapai target tersebut. Selanjutnya, dalam Pasal 10 ditegaskan bahwa BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi. Demikian pula, untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian moneter serta kapasitasnya sebagai lender of the last resort, dalam Pasal 11 dinyatakan bahwa pemberian kredit oleh BI kepada bank dibatasi.
Jangka waktu kredit kepada bank maksimal 90 hari dan penggunaannya hanya untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Selain itu, kredit tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang bernilai tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterima oleh bank.
Tujuan dan tugas BI saat ini sesuai dengan undang-undang baru tersebut adalah tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut BI mempunyai 3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan. Perlu dikemukakan bahwa tugas pokok BI berubah sejak diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu dari multiple objective (mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan BI akan lebih mudah diukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
BI mengontrol tingkat inflasi dengan cara Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol BI atas inflasi sangat terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, BI selalu melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian, khususnya terhadap kemungkinan tekanan inflasi. Selanjutnya respon kebijakan moneter didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan di sektor riil. Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini.
Kebijakan moneter BI kedepan yang lebih memfokuskan pada sasaran tunggal inflasi dilakukan dengan cara Sasaran akhir kebijakan moneter BI di masa depan pada dasarnya lebih diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di dunia, dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih memfokuskan diri pada upaya pengendalian inflasi. Alasan yang mendasari perubahan tersebut adalah, pertama, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi, kebijakan moneter tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti pertumbuhan output ataupun tingkat pengangguran. Kedua, pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh (full employment) dan penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Ketiga, yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai kegiatan ekonomi.
Strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah :
1. Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter.
2. Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.
3. Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
4. Memformulasikan respon kebijakan moneter.

Dapat ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen (IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core atau underlying inflation) sebagai sasaran operasional.
Konsep inflasi inti (core inflation) dapat kita bagi menjadi dua yaitu Berdasarkan pengertiannya, ada 2 konsep dalam pengertian inflasi inti. Pertama, inflasi inti sebagai komponen inflasi yang cenderung ‘menetap’ atau persisten (persistent component) di dalam setiap pergerakan laju inflasi. Kedua, inflasi inti sebagai kecenderungan perubahan harga-harga secara umum (generalized component). Core inflation pada beberapa literatur disebut juga dengan underlying inflation. Inflasi inti inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh BI. Di dalam operasionalnya, BI tidak menggunakan inflasi IHK sebagai acuan dalam mengambil kebijakan moneter, namun menggunakan inflasi inti.

Penggunaan inflasi inti sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi inti dapat memberikan signal yang tepat dalam memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai contoh, dalam hal terjadi gangguan permintaan (demand shock) yang mengakibatkan inflasi tinggi, respon bank sentral akan mengetatkan uang beredar sehingga tingkat inflasi dapat ditekan. Disamping itu, kebijakan tersebut dapat juga untuk menyesuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai dengan kapasitas perekonomian. Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena terjadinya gangguan penurunan di sisi penawaran (supply side), misalnya kenaikan harga makanan karena musim kering maka kebijakan uang ketat justru dapat memperburuk tingkat harga dan pertumbuhan ekonomi. Respon yang dapat dilakukan oleh bank sentral adalah kebijakan melonggarkan likuiditas perkonomian justru diperlukan untuk menstimulir peningkatan penawaran.
Inflasi  yang akan dipakai BI dalam menetapkan targetnya adalah BI menetapkan IHK sebagai targetnya, seperti yang diterapkan di semua negara yang menganut sistem target inflasi secara eksplisit. Ada beberapa alasan yang mendasari dipilihnya IHK sebagai target bank sentral, baik dari sisi teoritis maupun dari segi kepraktisannya. Kelebihan digunakannya IHK ini antara lain adalah merupakan alat ukur yang paling tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena IHK mengukur indeks biaya hidup konsumen. Seperti yang berlaku pada negara-negara lain institusi yang bertugas mengumpulkan data statistik selalu memfokuskan sebagian besar sumber dayanya untuk menghasilkan data IHK yang reliable dibandingkan indeks harga lainnya, sehingga hasil pengukuran IHK selalu memiliki kualitas yang lebih baik dan selalu tersedia secara tepat waktu.
Tekanan terhadap angka inflasi dapat dibagi dua Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi dapat dibedakan atas domestic pressures (berasal dari dalam negeri) dan external pressures (berasal dari luar negeri). Tekanan yang berasal dari dalam negeri dapat diakibatkan oleh adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan serta kebijakan yang diambil oleh instansi lain di luar BI, misalnya kebijakan penghapusan subsidi pemerintah, kenaikan pajak, dll. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul apabila terjadi musim kering yang mengakibatkan gagal panen, terjadinya bencana alam, gangguan distribusi tidak lancar dan adanya kerusuhan-kerusuhan sosial yang berakibat terputusnya pasokan dari luar daerah. Gangguan dari sisi permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter menerapkan kebijakan uang longgar.
http://putracenter.net/2009/01/15/peranan-bank-indonesia-dalam-pengendalian-inflasi/

Menyimak Karakter Inflasi di Indonesia

Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk Pemerintah, karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan dapat jatuh hanya karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang dialami oleh pemerintahan rezim Soekarno dan rezim Marcos, menjadi bukti nyata dari rawannya dampak negatif yang harus ditanggung para pengusaha dan masyarakat. 
          Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga BBM tersebut.                    
          Pada paruh pertama tahun 2006 ini, harga minyak bumi tersebut belum juga turun, sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel ke wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank Indonesia untuk segera menurunkan tingkat bunga BI Rate secara bertahap. Kecenderungan ini mendapatkan response dari kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan Agustus. 
          Perkembangan Inflasi 1970 – 2005 Gejolak dan perkembangan tingkat inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan berikut ini :
  1. Dari kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) pada masa pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka praktis sejak tahun 1970 Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sedang. Hyperinflation adalah tingkat inflasi melebihi 50 % per bulannya.
  2. Tingkat inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang menurun selama periode 1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program stabilisasi ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.
  3. Tingkat inflasi ternyata masih naik kembali pada periode 1972-74, yang akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.
  4. Tingkat inflasi ini berhasil ditekan selama periode 1970-1992 mencapai tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak tahun 1988, angka inflasi selalu dibawah 10% dihitung dengan metode indeks biaya hidup .
  5. Pada era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada tahun 1998-99, laju inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi batas satu digit ( dibawah tingkat 10%).
  6. Program pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis ekonomi, masih bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang Yudhoyono dalam melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM di dalam negeri.
          Faktor-Faktor Pemicu Tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain dapat diidentifikasi berikut ini:
(1) Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa:
  • Kenaikan harga migas di luar negeri
  • Meningkatnya bantuan luar negeri
  • Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
  • Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
  • Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel
(2) Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian berikut ini :
  • Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
  • Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
  • Pencabutan program subsidi BBM
  • Kenaikan harga BBM yang mencolok
  • Kenaikan tarif listrik
(3) Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain:
  • Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
  • Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
  • Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja
  • Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional
(4) Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat, atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya:
  • Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
  • Pemberian bonus prestasi perusahaan
  • Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.
          Pada masa lalu pencetus inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena sebagian besar dari bahan baku tersebut masih diimpor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit mengandung local content.
          Dua faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.
  1. Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan permintaaan dunia atas bahan baku tersebut di dunia.
  2.  Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama seperti dollar Amerika Serikat.
          Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan.
          Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan bahan baku batubara dan gas akan juga terjadi dan mengakibat kan kenaikkan biaya energi.
          Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.
          Memang inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan.(copyright@aditiawan chandra)
http://businessenvironment.wordpress.com/2006/11/23/menyimak-karakter-inflasi-di-indonesia/

Laju Inflasi Indonesia Lebih Baik Dari Zimbabwe

akarta, Radar Online
Laju inflasi yang tinggi selalu menjadi masalah perekonomian di Indonesia, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan laju inflasi di indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Menurutnya inflasi Indonesia sampai 600% pernah terjadi dimasa Orde Lama. Pada tahun 2005 pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak dinaikkan saja. Inflasi menjadi 17 persen saja rakyat masih ngamuk.

“Di sini masih lebih baik tidak seperti di Zimbabwe yang saat ini inflasinya 7.000%, jadi duit itu beli bakso Rp 7.000 perak, jam 12 sudah jadi Rp 10.000," ujar Sri Mulayani yang juga Menteri Perekonomian dalam acara olimpiade APBN Tingkat SMA di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Rabu (5/8/2009).

Sebagai pemegang kuasa anggaran Negara, kata Sri Mulyani, terkait APBN, dirinya akan sangat ketat dalam melakukan seleksi dan menyetujui anggaran yang diajukan kementerian dan lembaga yang ada.

"Menyusun APBN secara prinsip sama dengan belanja. Mungkin karena menkeunya cewek mengerti dan senang belanja. Menteri pertanian bilang begini begitu kayak dampak el nino dibutuhkan anggaran lebih, Menteri ESDM minta subsidi, Menhub minta dibikin pelabuhan, seperti itu. Jadi mana yang bisa dipotong, yang bisa dirasionalkan," jelasnya.

Sebab menurutnya jika Menteri Keuangan tidak selektif dalam menyetujui anggaran kementerian dan lembaga maka defisit anggaran akan meningkat.

"Kalau (anggaran) tidak bisa (dipotong) ya kita harus defisit, artinya pinjam. Waktu zaman Pak Soekarno defisit sangat kronis. Pinjam-pinjam masih kurang maka suruh cetak duit. Karena BI tidak independen. Maka tinggal minta uang dicetak sebanyak-banyaknya, misalnya untuk bikin Monas kita cetak duit banyak," ujarnya.
(dtk/tim)

http://www.radar.co.id/berita/read/3831/2010/Laju-Inflasi-Indonesia-Lebih-Baik-Dari-Zimbabwe-

Senin, 08 November 2010

PENGARUH INFLASI TERHADAP NILAI KURS PASAR VALUTA ASING INDONESIA SELAMA PERIODE AGUSTUS 1997 SAMPAI SEPTEMBER 2002

Globalisasi perdagangan bebas diseluruh dunia, yang secara langsung berpengaruh terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Persaingan global mendorong pemerintah lebih memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi. Era globalisasi sendiri merupakan sesuatu yang positif, dalam pengertian sebagai proses di mana ekonomi semua negara saling berinteraksi secara timbal balik satu sama lain, dan dengan demikian memberi peluang bagi masing-masing Negara untuk mengembangkan dan meningkatkan ekonominya. Proses globalisasi sendiri dapat diidentifikasikan dalam lima ciri pokok yaitu : pertumbuhan transaksi keuangan internasional yang cepat; pertumbuhan perdagangan yang cepat; gelombang investasi asing langsung yang mendapat dukungan luas dari kalangan perusahaan trans-nasional; timbulnya pasar global; penyebaran teknologi dan komunikasi yang semakin canggih.
Masuknya Globalisasi di bidang ekonomi dan informasi tidak dapat dihindari, begitu juga dengan pasar keuangan. Kemajuan teknologi dan adanya komunikasi yang semakin cepat mendorong terjadinya integrasi pasar-pasar keuangan diseluruh dunia ke dalam pasar keuangan internasional. Kemajuam sistem telekomunikasi yang menghubungkan secara langsung pelaku pasar di
seluruh dunia sehingga transaksi dapat dilakukan tidak hanya dalam hitungan hari atau jam tetapi sudah menit, bahkan detik. Perintah-perintah penjualan atau pembelian dilakukan secara cepat, sehingga banyak perusahaan dan investor dapat memonitor pasar-pasar global.
Kebanyakan perusahaan-perusahaan Multinasional berusaha memperoleh dana dari pasar valuta asing, karena dianggap bisa memberikan dana yang besar. Perusahaan-perusahaan tersebut berlomba-lomba menanamkan investasinya pada pasar valuta asing, agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Pasar valuta asing ini menjangkau seluruh bagian dunia, dimana harga-harga mata uang senantiasa bergerak setiap saat. Harga dari satu mata uang dalam mata uang lain merupakan hasil dari kekuatan penawaran dan permintaan. Peranan dollar Amerika (US$) di dalam pasar valuta asing memiliki kedudukan yang khusus sebagai mata uang internasional atau mata uang penggerak dan mendenominasi transaksi-transaksi internasional.
Pasar valuta asing hanya dipengaruhi oleh tingkat pembelian dan penjualan untuk mendukung perdagangan yang sebenarnya dalam barang dan jasa, akan mudah untuk memperkirakan kurs mata uang asing. Sayangnya, terdapat banyak kekuatan dan motif lain yang mempengaruhi pembelian dan penjualan mata uang. Arus modal jangka pendek dan jangka panjang serta pembelian dan penjualan spekulasi merupakan sumber yang besar dari penawaran dan permintaan akan mata uang asing.
Nilai sebuah mata uang, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tergantung pada daya tarik mata uang tersebut di pasar. Jika permintaan akan sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian akibat laju inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan, dapat juga mengakibatkan nilai sebuah mata uang yang stabil jatuh, karena para investor lebih memilih menukarkan uangnnya ke mata uang lain yang dianggap lebih stabil.
Selama empat tahun ini Indonesia belum dapat menyelesaikan masalah perekonominya. Berbagai upaya telah dilakukan agar indonesia keluar dari krisis yang melanda sejak 1997, akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Hal tersebut sangat mempengaruhi semua aktivitas perekonomian seperti: terjadinya kesenjangan antara sektor moneter dengan sektor riil yang semakin melebar, dari segi permintaan terjadi peningkatan untuk pembelian dollar di mana cadangan devisa yang digunakan untuk memasok permintaan tersebut sangat terbatas, adanya proyek-proyek yang sifatnya konsumtif, waktu jatuh tempo utang swasta yang membengkak. Kondisi semacam ini semakin memuncak hingga rupiah terperosok pada titik yang terendah.
Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Pada tahun 1997 laju inflasi sebesar 11,1%, diikuti pula tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 77,36%. Inflasi terjadi akibat
peningkatan para spekulasi terhadap nilai tukar serta melonjaknya permintaan pasar karena adanya ketidakpastian harga. Tahun 1999 tingkat inflasi relatif terkendali sebesar 2,01%, sedangkan pada tahun 2000 tingkat inflasi melonjak kembali melebihi angka yang telah ditargetkan sebesar 9,35%. Sementara itu tahun 2001 diperkirakan laju inflasi berada di level 4-6%, juga di tahun 2002 dan 2003 laju inflasi diperkirakan di level 7-9%.
Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi tingkat inflasi di indonesia, pemerintah harus mempunyai suatu kebijakan yang dapat menekan tingkat inflasi dan menciptakan stabilitas moneter yang merupakan persoalan struktural dalam perekonomian indonesia. Kesemuanya itu tidak mudah dan memerlukan kehati-hatian yang mendalam. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan.` Peranan nilai tukar dalam perdagangan internasional, sangat mempengaruhi apakah seorang investor, importir, pengusaha, maupun lembaga bisnis lainnya akan melakukan kegiatannya. Sebagai upaya untuk mengetahui bagaimana suatu nilai tukar valuta asing terbentuk, seseorang perlu memperhatikan aspek perubahan kurs, sehingga dengan demikian dapat mengestimasi arah dari perubahan kurs yang akan datang.
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta tingginya inflasi yang akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi impornya, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara nilai ekspor dengan impor. Berangkat dari fenomena tersebut, maka dapat ditarik judul “Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Kurs Rp/US$ Pasar Valuta Asing Indonesia Selama Periode Agustus 1997 sampai September 2002”.
Deskripsi Alternatif :

Globalisasi perdagangan bebas diseluruh dunia, yang secara langsung berpengaruh terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Persaingan global mendorong pemerintah lebih memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi. Era globalisasi sendiri merupakan sesuatu yang positif, dalam pengertian sebagai proses di mana ekonomi semua negara saling berinteraksi secara timbal balik satu sama lain, dan dengan demikian memberi peluang bagi masing-masing Negara untuk mengembangkan dan meningkatkan ekonominya. Proses globalisasi sendiri dapat diidentifikasikan dalam lima ciri pokok yaitu : pertumbuhan transaksi keuangan internasional yang cepat; pertumbuhan perdagangan yang cepat; gelombang investasi asing langsung yang mendapat dukungan luas dari kalangan perusahaan trans-nasional; timbulnya pasar global; penyebaran teknologi dan komunikasi yang semakin canggih. Masuknya Globalisasi di bidang ekonomi dan informasi tidak dapat dihindari, begitu juga dengan pasar keuangan. Kemajuan teknologi dan adanya komunikasi yang semakin cepat mendorong terjadinya integrasi pasar-pasar keuangan diseluruh dunia ke dalam pasar keuangan internasional. Kemajuam sistem telekomunikasi yang menghubungkan secara langsung pelaku pasar di
seluruh dunia sehingga transaksi dapat dilakukan tidak hanya dalam hitungan hari atau jam tetapi sudah menit, bahkan detik. Perintah-perintah penjualan atau pembelian dilakukan secara cepat, sehingga banyak perusahaan dan investor dapat memonitor pasar-pasar global.
Kebanyakan perusahaan-perusahaan Multinasional berusaha memperoleh dana dari pasar valuta asing, karena dianggap bisa memberikan dana yang besar. Perusahaan-perusahaan tersebut berlomba-lomba menanamkan investasinya pada pasar valuta asing, agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Pasar valuta asing ini menjangkau seluruh bagian dunia, dimana harga-harga mata uang senantiasa bergerak setiap saat. Harga dari satu mata uang dalam mata uang lain merupakan hasil dari kekuatan penawaran dan permintaan. Peranan dollar Amerika (US$) di dalam pasar valuta asing memiliki kedudukan yang khusus sebagai mata uang internasional atau mata uang penggerak dan mendenominasi transaksi-transaksi internasional.
Pasar valuta asing hanya dipengaruhi oleh tingkat pembelian dan penjualan untuk mendukung perdagangan yang sebenarnya dalam barang dan jasa, akan mudah untuk memperkirakan kurs mata uang asing. Sayangnya, terdapat banyak kekuatan dan motif lain yang mempengaruhi pembelian dan penjualan mata uang. Arus modal jangka pendek dan jangka panjang serta pembelian dan penjualan spekulasi merupakan sumber yang besar dari penawaran dan permintaan akan mata uang asing.
Nilai sebuah mata uang, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tergantung pada daya tarik mata uang tersebut di pasar. Jika permintaan akan sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian akibat laju inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan, dapat juga mengakibatkan nilai sebuah mata uang yang stabil jatuh, karena para investor lebih memilih menukarkan uangnnya ke mata uang lain yang dianggap lebih stabil.
Selama empat tahun ini Indonesia belum dapat menyelesaikan masalah perekonominya. Berbagai upaya telah dilakukan agar indonesia keluar dari krisis yang melanda sejak 1997, akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Hal tersebut sangat mempengaruhi semua aktivitas perekonomian seperti: terjadinya kesenjangan antara sektor moneter dengan sektor riil yang semakin melebar, dari segi permintaan terjadi peningkatan untuk pembelian dollar di mana cadangan devisa yang digunakan untuk memasok permintaan tersebut sangat terbatas, adanya proyek-proyek yang sifatnya konsumtif, waktu jatuh tempo utang swasta yang membengkak. Kondisi semacam ini semakin memuncak hingga rupiah terperosok pada titik yang terendah.
Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Pada tahun 1997 laju inflasi sebesar 11,1%, diikuti pula tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 77,36%. Inflasi terjadi akibat
peningkatan para spekulasi terhadap nilai tukar serta melonjaknya permintaan pasar karena adanya ketidakpastian harga. Tahun 1999 tingkat inflasi relatif terkendali sebesar 2,01%, sedangkan pada tahun 2000 tingkat inflasi melonjak kembali melebihi angka yang telah ditargetkan sebesar 9,35%. Sementara itu tahun 2001 diperkirakan laju inflasi berada di level 4-6%, juga di tahun 2002 dan 2003 laju inflasi diperkirakan di level 7-9%.
Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi tingkat inflasi di indonesia, pemerintah harus mempunyai suatu kebijakan yang dapat menekan tingkat inflasi dan menciptakan stabilitas moneter yang merupakan persoalan struktural dalam perekonomian indonesia. Kesemuanya itu tidak mudah dan memerlukan kehati-hatian yang mendalam. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan.` Peranan nilai tukar dalam perdagangan internasional, sangat mempengaruhi apakah seorang investor, importir, pengusaha, maupun lembaga bisnis lainnya akan melakukan kegiatannya. Sebagai upaya untuk mengetahui bagaimana suatu nilai tukar valuta asing terbentuk, seseorang perlu memperhatikan aspek perubahan kurs, sehingga dengan demikian dapat mengestimasi arah dari perubahan kurs yang akan datang.
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta tingginya inflasi yang akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi impornya, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara nilai ekspor dengan impor. Berangkat dari fenomena tersebut, maka dapat ditarik judul “Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Kurs Rp/US$ Pasar Valuta Asing Indonesia Selama Periode Agustus 1997 sampai September 2002”.

Indonesia Laju Inflasi September Tertinggi Selama 3 Tahun Terakhir

Senin, 06/10/2008 15:51 WIB
Jakarta - Laju inflasi tahunan (year on year) sampai September 2008 yang tercatat sebesar 12,14% merupakan laju inflasi paling tinggi pada 3 tahun terakhir ini.

Hal ini dikatakan oleh Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS (Badan Pusat Statistik) Ali Rosidi dalam jumpa pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (6/10/2008).

"Dari pantauan terhadap harga pada sekitar 800 komoditas, yang konsisten selalu naik itu adalah bahan makanan, seperti pada bulan September ini bahan makanan mencapai 0,2% sendiri," tuturnya.

Ali mengatakan kenaikan bahan makanan, daging sapi, daging ayam dan telur sepanjang tahun 2008 ini terus mengalami kenaikan harga semenjak Januari 2008. "Kemudian harga sewa rumah juga selalu mengalami kenaikkan setiap bulannya," ujarnya.

Pada September 2008, BPS mencatatkan beberapa komoditas yang mengalami kenaikkan harga antara lain adalah: bahan bakar rumah tangga, ikan segar, daging ayam ras, daging sapi, telur ayam ras, ikan diawetkan, tempe, beras, nasi dengan lauk dan banyak lagi.
http://www.topix.com/forum/world/malaysia/THJ8MOFQCIKQIVNNA

Bengkulu Inflasi Tertinggi di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bengkulu mengalami inflasi tertinggi Indonesia yaitu sebesar 3,03 persen dengan IHK 128,01. Sedangkan inflasi terendah adalah Tanjungpinang 0,12 persen dengan IHK 122,02. Demikian dikutip dari website bps.go.id, Senin (2/8/2010).

Secara nasional, Juli 2010 terjadi inflasi sebesar 1,57 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 121,74 dan inflasi itu meliputi 66 kota di Indonesia.

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan 4,69 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,65 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,26 persen; kelompok kesehatan 0,27 persen.

Selain itu, juga mengalami kenaikan di kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,86 persen dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 1,51 persen. Sedangkan kelompok sandang pada bulan ini mengalami penurunan indeks 0,09 persen.

Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2010 sebesar 4,02 persen dan laju inflasi year on year (Juli 2010 terhadap Juli 2009) sebesar 6,22 persen.

Komponen inti pada bulan Juli 2010 mengalami inflasi sebesar 0,49 persen, laju inflasi komponen inti tahun kalender (Januari-Juli) 2010 sebesar 2,07 persen dan laju inflasi komponen inti year on year (Juli 2010 terhadap Juli 2009) sebesar 4,15 persen. (*)

Laju Inflasi April 2008 Mencapai 0,57 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, laju inflasi selama bulan April 2008 mencapai 0,57 persen. Kepala BPS Rusman Heriawan, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, menjelaskan angka inflasi ini lebih rendah ketimbang Maret 2008 yang mencapai 0,95 persen. Untuk tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Maret 2008) mencapai 4,01 persen dan inflasi tahunan (year on year) sebesar 8,96 persen, katanya.

Rusman juga mengungkapkan bahwa inflasi tertinggi terjadi kota Palembang dan terendah di kota Makassar, sementara yang mengalami deflasi tertinggi di kota Lhokseumawe dan deflasi terendah di kota Palangkaraya.

Sebelumnya BPS mencatat tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Maret 2008) mencapai 3,41 persen dan inflasi "year on year" sebesar 8,17 persen. (*)

Jakarta (ANTARA News)
   
  komentar : pada inflasi ini yang tertinggi pada tahun 2008 terjadi di kota palembang, karena sebelumnya BPS mencatat tingkat inflasi pada tahun kalender. 










  

Rabu, 03 November 2010

Laju Inflasi Indonesia Lebih Rendah Ketimbang Negeri Jiran

TEMPO Interaktif, Jakarta - Laju inflasi Indonesia lebih rendah ketimbang negara-negara tetangga sejak petengahan 2009. Solidnya pengaturan harga energi dan stabilnya nilai tukar rupiah menjadi faktor penekan laju inflasi.

Demikian yang dikemukakan Lead Economist World Bank’s Jakarta Shubham Chaudri dalam seminar bertajuk “Indonesian Economic Quarterly Report” yang digelar di Gedung Energy, Jakarta, pekan lalu. Namun, ia tidak membeberkan rincian tingkat laju inflasi, dan negara tetangga mana yang memiliki laju lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.

Menurut Shubham, solidnya pengaturan harga energi yang diberlakukan oleh pemerintah mnjadikan harga konsumen tidak terpengaruh oleh melambungnya harga energi dunia pada awal 2009. Faktor pemulihan nilai tukar rupiah yang relatif stabil turut berandil besar dalam menekan laju inflasi.

Namun, Shubham juga menjabarkan beberapa faktor yang berpotensi akan melambungkan inflasi Indonesia menjelang 2011. “Naiknya harga komoditas yang disebabkan oleh tingginya demand, nampaknya akan menjadi penyebab utama,” ujar Shubham, seperti yang dikutip laman resmi Kementerian Keuangan.

Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi yaitu naiknya tarif dasar listrik sebesar 10 persen. Pemerintah berencana memberlakukan tarif dasar listrik yang baru mulai Juli mendatang.

Sebelumnya, Bank Dunia kembali menaikkan proyeksinya terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Terakhir, Bank Dunia memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh 5,6 persen. Sekarang Bank Dunia merevisi menjadi 5,9 persen, lebih tinggi daripada target pemerintah sebesar 5,8 persen.

Kepala Ekonom Bank Dunia Shubham Chaudhuri memperkirakan, tingkat pertumbuhan tahunan (year on year) pada kuartal kedua tahun ini akan meningkat hingga 6 persen dan akan mendekati 6,5 persen pada triwulan akhir.

"Percepatan demikian akan mengembangkan keseluruhan ekonomi Indonesia sebesar 5,9 persen," kata Chaudhuri. Adapun tahun depan, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan akan lebih besar lagi sekitar 6,2 persen.

Konsumsi menjadi faktor penyumbang terbesar pertumbuhan. Pertumbuhan konsumsi sektor swasta diperkirakan 5,1 persen. Indikasi kenaikan konsumsi ini dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan sepeda motor dan kendaraan bermotor yang meningkat memasuki triwulan kedua 2010. Pada April saja penjualan sepeda motor naik, mencapai 70 persen dibanding tahun lalu.

Tingginya permintaan dalam negeri menyebabkan industri di sektor-sektor yang menekankan pemenuhan kebutuhan dalam negeri akan lebih baik dibanding sektor yang menekankan ekspor. "Telekomunikasi, transportasi, jasa, dan sebagainya akan tumbuh baik dibandingkan dengan sektor manufaktur yang mengandalkan pasar luar negeri," ujarnya.

Ia menambahkan, peningkatan investasi yang tengah terjadi juga diperkirakan akan mendorong peningkatan ekonomi. Sejak kuartal ketiga 2009 hingga kuartal pertama 2010, belanja investasi meningkat 7,9 persen.

Ekonom CIMB Niaga Winang Budoyo bahkan lebih optimistis pertumbuhan 2010 bisa mencapai 6,1 persen. Faktor konsumsi menjadi penyumbang utama. Selain itu, tingkat ekspor dan investasi membaik dibanding tahun sebelumnya.

http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2010/06/24/brk,20100624-258035,id.html

Laju Inflasi di Indonesia Timur Naik 0.87 Persen

Makassar, NTT Online - Laju inflasi di kawasan timur Indonesia mengalami peningkatan beberapa persen, saat ini mencapai lima persen. Kondisi ini disebabkan  kenaikan harga bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Sementara kenaikan harga terpengaruh dari rencana kenaikan tarif dasar listrik pada triwulan III 2010.
Pimpinan Bank Indonesia Makassar Lambek A Siahaan melalui rilisnya siang ini menyebutkan, laju inflasi di Sulawesi Selatan naik dari 3,46 persen menjadi 5,00 persen. Secara umum di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua naik 3,51 persen menjadi 4,38 persen.
“Laju inflasi di Sulawesi, Maluku dan Papua pada triwulan II 2010 masih relatif terkendali meskipun terdapat kecendrungan meningkat dari triwulan sebelumnya, namun masih berada dibawah laju inflasi nasional yaitu sebesar 5,05 persen,” katanya.
Dia juga mengatakan, kinerja perbankan di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua menunjukkan pertumbuhan positif. Pada Mei 2010 mengalami pertumbuhan 13,91 persen, namun melambat dibandingkan bulan yang sama tahun lalu  mencapai 20,36 persen. Terjadi pula pelambatan pertumbuhan dana pihak  ketiga pada bulan Mei tahun ini dibandingkan tahun lalu dengan selisih sekitar empat persen.
“Ini karena kontraksi pada simpanan giro dan melambatnya pertumbuhan depositio,” ucap dia.
Terkhusus di Sulawesi Selatan, kata dia, pertumbuhan kredit relatif lebih baik, mencapai 19,06 persen di bulan Mei. Berbeda dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mengalami perlambatan.
“Pertumbuhan kredit di Sulawesi Selatan tersebut didorong oleh kredit investasi yang meningkat cukup tajam yaitu sebesar 29,04 persen dan pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 24,05 persen,” ungkapnya.
Melihat perkembangan tersebut, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur akan mengalami peningkatan 6,9 persen sampai 8,56 persen. Menurutnya, peningkatan konsumsi yang didukung kenaikan pendapatan masyarakat dan kegiatan invetasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
Sementara laju inflasi pada triwulan III nanti diperkirakan meningkat karena dipicu meningkatnya konsumsi di bulan Ramadan, hari raya, kenaikan tarif dasar listrik, dan realisasi program yang bersumber dari APBD. tempointeraktif.com

pendapat saya dari laju inflasi di indonesia timur adalah mengalami peningkatan yang sangat besar di daerah indonesia timur. dan mengalami kenaikan harga bahan pokok. 
Sumber : http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?option=com_content&view=article&id=7411:laju-inflasi-di-indonesia-timur-naik-087-persen&catid=35:ekonomi&It...